Apa sih hubungan ekonomi Riil dengan Pertumbuhan ekonomi?

Bisnis

Apa sih hubungan ekonomi Riil dengan Pertumbuhan ekonomi?

Baru-baru ini saya melakukan riset sederhana. Sederhana karena risetnya tidak memenuhi kualifikasi riset yang baik dan benar. Saya ngaku ya. Jadi kalau salah, ya namanya juga riset sederhana.

Riset ini berdasarkan interview alias ngobrol-ngobrol. Yak, kapan? Saat saya dipelanggan saya. Saat saya dijalan. Saat dimana saya bisa berdiskusi dengan narasumber yang bisa saya temui.

Hipotesa saya berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang terbaik didaerah asia. Sehingga asumsinya adalah dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, teori mengatakan bisnis riil (bisnis yang menyentuh hajat hidup orang banyak) pasti tumbuh. Setuju?

Ok. Saya catat dulu ya siapa yang setuju dan siapa yang kurang setuju.

Tetapi, hipotesa saya sangat berketerbalikan dengan kenyataan dilapangan. Kenapa? Mari kita telisik bersama.

Tahun lalu, saya sempat menawarkan program ERP kepada salah satu produsen pakaian didaerah Bandung. Manajemen serta tim yang saat itu saya ajak bicara, mengatakan bahwa 2-3 bulan sebelum lebaran, mereka menggenjot produksi pakaian mereka karena segmen pakaian mereka pelanggan yang merayakan Idul Fitri.

Ok. Asumsi saya adalah, tahun lalu, 2015 adalah tahun dimana bisnis sedang lesu-lesunya. Selesu kucing saya sebelum mendapat makan pagi.

Ada informasi tax amnesty. Ada ketidakpastian karena harga komoditi. Dan masih banyak lagi informasi global yang mungkin buat pemilik bisnis agak nda mood. Yes, actually bisnis by mood memungkinkan juga terpengaruh ya.

Fast forward ke tahun 2016. Saya menanyakan kepada salah satu customer saya di Bandung juga. Informasi yang saya dapatkan adalah sebaliknya. Para produsen garmen, beberapa bulan sebelum hari raya, sepertinya tidak bergairah seperti tahun lalu. Nah lho? Kenapa demikian?

Bukankah pertumbuhan ekonomi kita baik-baik saja? Bukankah tax amnesty lancar jaya? Bukankah harga komoditi sudah mulai membaik? Masalahnya ada dimana?

Itu yang membuat saya berfikir (sok mikir seperti pemerhati ekonomi saja Mas Ndaru). Korelasinya apa donk. Bukankah setiap asumsi pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang memutar roda perekonomian.

So, what’s the problem?

Merhatikan nda kalau belanja di Matahari sekarang diskon sudah angkanya agak kacau? Yes, diskon 70%. Setelah itu dikasi voucher belanja pula. Wow.

Menurut analisa saya (yang tentunya belum tentu benar dan belum tentu salah juga). Saat ini ekonomi Indonesia sedang dalam masa transisional. Mirip gubernur baru dan lama gitu deh.

Transisi dari serba ngerem belanja. Iya, saat ekonomi membaik, semua jor-joran belanja. Saat ekonomi memburuk, semua ngerem belanja. Saya aja uda nahan belanja iPhone 7 lho, curcol.

Nah, masa transisional ini, membuat masyarakat (mirip politisi ngomong) menjadi galau. Bingung. Apakah sekarang saat yang tepat untuk belanja? Apakah pemerintah sekarang bisa membuat ekonomi bangkit lagi? Apakah (dan masih banyak pertanyaan lainnya).

Jadi mungkin saya perlu diskusi dengan Ibu SMI (yang mungkin sudah punya jawaban saya, karena saya termasuk mahasiswa yang kurang cerdas) untuk pertanyaan saya.

Apakah saat ini pemerintah sudah tahu atas masalah ini? Soalnya dan karena kalau ini dibiarkan terlalu lama, efek berantainya yang agak susah kedepannya. Contoh : kalau masyarakat nda belanja, kasian pedagang dimana barang dagangan tidak laku, kasian produsen tidak bisa produksi dan ujungnya PHK karyawan (dengan alasan efisiensi).

Dan efek berantai terus menerus sehingga saya tidak tahu apakah jadi perekonomian semakin menurun, dibawah 5% mungkin.

Meskipun saya dukung pemerintah sekarang lagi jor-joran bangun infrastruktur sampai 4ribu Trilyun (banyak ya nolnya). Tetapi tolong diperhatikan masyarakat juga agar tetap semangat belanja Pak-Bu. Kasian bisnis Riil merasa tambah berat bebannya.

Kembali lagi ke disclaimer saya diatas. Analisa saya belum tentu benar dan salah. Ini hanyalah opini saya semata. Tidak ada kaitan dengan sponsor atau apapun. Hanya cerita dan mencoba merangkai titik-titik yang terserak.

Ditunggu komentar dan masukannya ya teman-teman yang ikut merasakan hal yang sama dibisnisnya.

Salam

Daru

One response

  1. Setuju dengan pandangan om daru…yang harus digenjot adalah bisnis riil yg punya multiplier efek yg tinggi untuk menggerakkan mesin perekonomian…sebagai contoh keterkaitan antara ekonomi desa dan kota sebagai sebuah lingkaran mesin ekonomi….sebagai contoh desa menyediakan bahan pangan, sayuran dan aneka protein hewani untuk masyarakat kota dan kota menyediakan bahan input tani, sandang dan papan untuk masyarakat desa…..dan juga faktor intervensi pemerintah realisasi gerakan beli produk lokal, aku cinta produk indonesia serta pencegahan sistem perdagangan yg sifatnya monopoli/oligopoli agar distribusi kesejahteraan lebih merata…..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen + five =